Selasa, 16 November 2010

Waspadai Perilaku Remaja Berisiko

Ditulis oleh Ruswandi di/pada Agustus 24, 2010
ORANGTUA kadang merasa khawatir jika anaknya akan menginjak usia remaja. Sah-sah saja jika mereka was-was. Namun, sebaiknya lakukan pendekatan seperti teman. Artinya, memahami kondisi psikis mereka yang ingin mencoba hal-hal baru.

Badan Kesehatan Dunia menyebutkan, seperlima dari penduduk di dunia adalah remaja, dengan 900 juta penduduk remaja berada di negara yang sedang berkembang dengan 20 persennya berada di Indonesia. “Jumlah remaja di Indonesia adalah sekitar 35,8 persen dari jumlah populasi penduduk di Indonesia,” ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Badriul Hegar SpA (K).

Badriul mengatakan, masa remaja merupakan masa mencari jati diri. Artinya, para remaja suka melihat permasalahan dengan menyelesaikan masalahnya dengan caranya sendiri.

”Perilaku remaja tersebut sangat berisiko, misalnya masalah kesehatan. Karena itu, peran orang tua tetap penting sebagai pengawas mereka,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Satgas Remaja IDAI dr Meita Dhamayanti SpA (K) MKes mengatakan bahwa batasan usia remaja berbeda-beda. Menurut WHO, remaja adalah saat anak mencapai usia 10–19 tahun; sedangkan menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak, remaja adalah individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah.

“Yang jelas, saat remaja terjadinya perubahan fisik, mental dan sosial ekonomi,” ujarnya dalam acara ulang tahun IDAI ke-56, yang mengangkat tema masalah kesehatan remaja di Jakarta.

Perubahan yang terjadi pada remaja, papar Memita, antara lain perubahan fisik dan biologis, yakni adanya penambahan jumlah hormon pada anak laki-laki dan perempuan. Selain itu, terdapat pula perubahan pada psikoseksualnya yakni dorongan seks atau orientasi seksual. Terjadi pula perubahan kognitif dan kepribadian seperti perkembangan moral, etika, atau masalah kemanusiaan lainnya.

“Faktor lingkungan inilah yang menjadikan meningkatnya kerawanan pada anak dan yang diresahkan orang tua karena saat anak remaja, mereka lebih mendengarkan peer group-nya (kelompok sebayanya),” ungkapnya.

Dia mengatakan, masalah remaja dapat digolongkan menjadi masalah fisik dan masalah perilaku (psikososial) di rumah, sekolah, di jalan, atau di tempat-tempat lain. Dikatakan Meita, gangguan fisik yang sering dialami remaja di antaranya masalah gizi seperti anemia atau obesitas, atau masalah pubertas dini atau terlambat.

“Berdasarkan survei pada 2001 didapatkan sekitar 26 persen remaja mengalami anemia. Hal ini bisa membuat anak memiliki kecerdasan yang rendah, prestasi di sekolah menurun, gangguan perilaku serta gangguan keterampilan dalam memecahkan masalah,” tutur Meita.

Sementara itu, masalah perilaku yang perlu diwaspadai adalah saat anak tersebut melakukan perilaku berisiko tinggi, secara perorangan atau berkelompok, di antaranya masalah narkotik dan zat adiktif lain (Napza), merokok, sampai pada masalah perilaku yang berdampak pada kecelakaan lalu lintas, kawin muda, serta aborsi.

Berdasarkan data dari PBB, lebih dari 2.000 anak meninggal dunia setiap hari karena kecelakaan lalu lintas. Sedangkan menurut laporan global WHO dan UNICEF, setiap tahun 830.000 anak hingga remaja usia 19 tahun tewas akibat berbagai kecelakaan.

Ketua Divisi Tumbuh Kembang dan Pediatri Sosial FKUI dr Soedjatmiko SpA(K) MSi mengatakan, terjadinya remaja bermasalah karena beberapa sebab, di antaranya keinginan remaja yang tidak sesuai dengan orangtua, guru, teman, aturan hukum, serta moral agama.

“Sebenarnya hanya sebagian kecil remaja bermasalah, namun mereka dapat memengaruhi remaja lain yang niat dan tekadnya kurang kuat,” ujar Soedjatmiko.
(Koran SI/Koran SI/tty)

Sumber: http://lifestyle.okezone.com/read/2010/06/30/196/348081/196/waspadai-perilaku-remaja-berisiko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar